Senin, 21 Juni 2010

43. Kedamaian Memerlukan Kebebasan

Kutipan dari : Gede Prama Ideas
Semoga ada manfaatnya...

Kalau burung gereja saja bernyanyi setiap hari, kenapa kita harus menakuti masa depan?

Dalam kehidupan pribadi maupun pergaulan yang cukup luas, sering saya bertemu dengan kehidupan yang tidak bebas. Dan kondisi terakhir ini, tidak hanya monopoli orang bawah dan miskin materi. Ia juga menghinggapi kalangan atas. Bedanya cuman satu. Orang bawah terpenjara di bawah. Orang atas terpenjara di atas.

Di tengah mobil-mobil mewah, jangan fikir tidak ada orang yang tidak bebas. Di rumah-rumah mahal dan berlokasi elit, jangan kira tidak ada orang yang tidak pernah menikmati kebebasan. Malah sebaliknya, secara kualitatif, orang atas memiliki ketakutan (baca : ketakutan kehilangan harta, dirampok, kehilangan jabatan, dll) yang jauh lebih tinggi dibandingkan orang bawah. Maka, kehidupan mewah yang dibayangkan orang penuh kebebasan, ternyata sebuah penjara yang amat menyedihkan.

Tentu bukan maksud saya untuk mempengaruhi Anda agar menakuti kekayaan materi. Namun, yang ingin saya ceritakan bukan di situ letaknya fondasi kokoh kedamaian. Dia bersembunyi pada kehidupan yang penuh kebebasan. Terutama kebebasan hati dan fikiran.

Seorang sahabat yang kebetulan sejak lahir sudah kaya secara materi, sering saya temui dengan wajah berkerut. Bahkan, hampir di setiap pertemuan ia memiliki wajah berkerut tadi. Awalnya, saya anggap hanya sebuah kondisi situasional semata. Namun, begitu wajahnya selalu demikian, kerap saya dalami, apa yang ada di balik kerutan wajahnya yang dibungkus kemewahan ? Dan suatu ketika dia mengakui, bahwa dia amat mengkhawatirkan masa depannya. Kekayaan dan kemewahan yang dia miliki sekarang semuanya hasil keringat orang tuanya. 'Kalau saja suatu waktu orang tua saya meninggal, mampukah saya mempertahankan semua ini ?', demikian suatu hari dia bertanya ke saya.

Nah inilah salah satu penjara kebebasan. Penjara jenis ini bernama penjara kekhawatiran akan masa depan. Di salah satu kesempatan duduk di rumah yang sering kali didatangi burung gereja, kerap saya berfikir. Burung gereja tidak menanam sesuatu. Tidak bersekolah sejak kecil hingga besar. Kalau burung gereja saja bernyanyi setiap hari, kenapa kita harus menakuti masa depan ?

Itu baru penjara kekhawatiran akan masa depan. Ada lagi penjara yang bernama penjara gengsi dan harga diri. Banyak orang di zaman ini yang diikat keras-keras oleh penjara terakhir. Ada yang mengisi rumahnya dengan mobil dan barang-barang super mewah, bahkan berani dengan cara berhutang. Ada yang membawa palm top serta perangkat canggih lainnya yang belum diperlukan. Atau, di bawah sana ada orang yang sedikit-sedikit merasa harga dirinya diinjak orang. Dilihat mukanya sebentar saja sudah membentak : 'apa lihat-lihat !?'. Tidak sedikit buruh dan pekerja yang membakar pabrik, atau melakukan demonstrasi karena hal-hal yang berbau harga diri. Supir bus kota di Jakarta yang sebagian sangar, juga banyak berkelahi - bahkan ada yang kehilangan nyawa - karena faktor harga diri.
Maka diikatlah kita keras-keras tanpa bisa bergerak oleh penjara harga diri. Orang atas membayarnya dengan uang dalam jumlah besar. Bahkan bisa menciptakan utang tidak terhitung. Orang bawah membayarnya dengan kehilangan pekerjaan dan nyawa sekalian. Ini semua membuat saya bertanya, sebegitu mahalkah harga diri harus dibayar ?

Dalam sebuah kesempatan, seorang sahabat yang amat saya kagumi dituduh melakukan kesalahan. Akibat kesalahan terakhir, dia tidak hanya malu, tetapi kehilangan sebagian reputasinya di depan pemilik perusahaan. Demikian sulitnya membuktikan kesalahan ini, dia biarkan saja dirinya dihina dan dicaci orang. Bahkan, ada orang yang menghujatnya di depan umum. Dengan penuh keheranan, plus solidaritas teman yang mau membela saya bertanya kepadanya : 'kenapa Anda tidak membela ?'. Dengan enteng dia menjawab : 'biarkan saja !'.

Setahun setelah persoalan ini berlalu, auditor independen dari luar melakukan kegiatannya untuk kepentingan rapat umum pemegang saham tahun berikutnya. Dan terbukalah semuanya. Singkat cerita, sahabat tadi tidak bersalah. Maka ramai-ramailah orang meminta maaf . Dan kali ini ketika saya tanya kenapa ekspresi mukanya biasa-biasa saja, sekali lagi dia menjawab : 'biarkan saja !'.

Awalnya, saya heran betul dengan sahabat ini. Namun, setelah menyelami hakekat penjara harga diri dan belenggunya, saya kagum. Inilah contoh sahabat yang tidak mengijinkan dirinya dipenjara harga diri. Bukankah harga diri dan gengsinya hanya sebuah pengertian yang amat relatif ?

Disamping kekhawatiran akan masa depan maupun harga diri, sebenarnya masih ada lagi penjara lain yang membelenggu kebebasan. Hutang kita pada orang yang sudah meninggal, kesalahan fatal yang pernah terjadi dulu, hanyalah sebagian dari penjara-penjara fikiran yang amat potensial memperkosa kebebasan. Untuk kemudian, membuat kita bermusuhan selamanya dengan kedamaian. Apapun bentuknya, kita memerlukan usaha sengaja agar segera keluar dari sana.

Sebagaimana burung gereja yang bernyanyi setiap hari, kendati tidak pernah menanam pohon untuk masa depan. Atau sebagaimana sahabat tadi yang enteng dan ringan saja menerima hinaan dan hujatan orang lain. Di tengah luas dan kayanya fikiran, akankah Anda membiarkan diri Anda terpenjara oleh harga diri, kekhawatiran akan masa depan dan penjara-penjara lainnya ?

1 comments:

Bola Plastik mengatakan...

http://www.pabrikbolaplastik.com/p/alamat-pabrik-bola-plastik.html
http://www.bolamandibola.com/p/hubungi-kami.html
http://www.jualmandibola.com/

Posting Komentar

SHARE EXPERIENCE © 2008 Por *Templates para Você*