Sabtu, 12 Juni 2010

37. Merenungkan Kembali Hakekat Uang

Kutipan dari : Gede Prama Ideas
Semoga ada manfaatnya...

Demikian sedikit yang kita butuhkan, namun demikian banyak yang kita cari.

Ditengah keadaan ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, tidak ada mahluk yang lebih susah dicari dibandingkan uang. Demikian sulitnya ia dicari, sampai-sampai ada banyak orang yang mengorbankan segalanya agar mendapatkannya. Sejumlah karyawati yang di-PHK di Bogor - menurut laporan investigatif sebuah media - berani melacurkan diri untuk mendapatkan uang. Jutaan orang berdesak-desakan di tengah kemacetan Jakarta setiap pagi menyambut sang uang. Sejumlah pemilik uang - yang membawa berkopor-kopor uang keluar negeri untuk diperdagangkan - berani mengambil resiko dirampok dan dipenjara, hanya untuk membuat sang uang berkembang dan berbunga. Belakangan kita tahu, tidak sedikit pengusaha yang nama dan kekayaannya demikian berkibar, ternyata hanya budak utang. Dalam ruang lingkup yang lebih luas, ekonomi Asia umumnya dan Indonesia khususnya, dibuat sekarat oleh sekumpulan manusia yang memperdagangkan uang.

Dirangkum menjadi satu, betapa dahsyatnya pengaruh uang dalam kehidupan kita kini. Jangankan sekumpulan wanita yang tidak berdaya terhadap PHK, pemerintah yang telah bercokol puluhan tahun dan didukung oleh senjata dan tentara sekalipun, lunglai oleh perilaku uang yang tidak sepenuhnya bisa ditakut-takuti dengan senjata. Sejumlah tentara yang lengkap dengan ancaman 'melibas'-nya, tetap saja gigit jari menyaksikan perilaku uang. Pengusaha yang tadinya demikian berkuasa dengan jaringan lobinya hingga ke negara adi dayapun, hanya bisa terbengong-bengong oleh nilai tukar uang. Ekonom dengan segala kecanggihan ekonometrinya cuman bisa berdalih bahwa ini di luar bidangnya.

Mungkin berlebihan untuk menyebut uang sebagai satu-satunya ideologi manusia di zaman edan ini. Namun, sulit sekali mengingkari kenyataan bahwa siapa yang memegang uang maka dialah yang menuntun kemana peradaban bergerak. Lihat saja, kalau dulu penemuan teknologi mutahir terjadi di Universitas, sekarang lebih banyak terjadi di perusahaan dengan dana litbang yang berlimpah. Sudah menjadi rahasia umum sekarang ini, bahwa perekonomian dunia tidak sepenuhnya ditentukan oleh pemimpin-pemimpin negara seperti Bill Clinton atau Tony Blair. Namun juga ikut dipengaruhi secara sangat kental oleh pemilik-pemilik uang seperti George Soros dan Bill Gates.

Pertanyaan yang timbul kemudian, masyarakat seperti apa yang akan muncul nanti bila uang sudah demikian berkuasa ?. Kalau senjata saja tidak berdaya, bagaimana dengan hak-hak azasi manusia ? Masihkah tersedia ruang untuk mendiskusikan nilai-nilai luhur SDM di tengah keadaan ini ?

Tentu saja tidak mudah menjawab semua pertanyaan ini. Namun, bagaimanapun suramnya masa depan, saya masih punya keyakinan bahwa every problem creates its own solution. Pasti ada solusi terhadap semua persoalan yang muncul ke permukaan.

Dengan spirit ini, saya tidak berambisi untuk bisa memecahkan persoalan money driven society ini secara tuntas. Akan tetapi, tidak ada salahnya kalau kita merenungkan kembali hakekat uang.

Mulanya, uang hanyalah sebuah alat perantara. Namun bersamaan dengan tumbuh suburnya kapitalisme dan individualisme di mana-mana, ia berkembang menjadi lebih dari sekadar sarana. Ekonom menyebutnya sebagai komoditi yang diperdagangkan. Politisi menggunakannya sebagai sarana kekuasaan. Usahawan menjadikannya sebagai 'darah'-nya perusahaan. Sejumlah orang kaya menggunakannya sebagai simbol.

Bila dirinci, ada lebih dari seribu satu pengertian yang berkembang tentang uang. Meminjam argumennya Shakespeare, 'tidak ada baik atau buruk, fikiranlah yang membuatnya seperti itu'. Mengacu pada pendapat terakhir, yang membuat uang demikian berkuasa, tidak lain dan tidak bukan adalah pengertian yang kita berikan kepadanya.

Bila kita menempatkannya sebagai dewa, maka duduklah ia secara pongah mempermainkan kita. Jika ia ditempatkan sebagai sarana pertukaran, ia tidak bisa berbuat banyak selain membantu kita. Lebih-lebih kalau kita menempatkannya sebagai ganjalan kursi. Ia hanyalah sekumpulan barang yang tidak terlalu berguna.

Dengan mengenakan logika sederhana, cobalah kita jawab pertanyaan-pertanyaan berikut. Berapa banyak makanan yang kita bisa makan sehari ? Berapa mobil yang bisa kita kendarai? Berapa rumah yang bisa kita tempati ? Berapa kali bisa main golf setiap hari ? Berapa pujian tulus yang bisa dikumpulkan melalui uang ? Bila mau meninggalkan warisan ke anak cucu, adakah jaminan bahwa uang pasti membuat mereka hidup lebih baik ? Jika mau menyekolahkan anak, benarkah kita memerlukan uang berlimpah ? Benarkan kita bisa mengarahkan nasib keturunan lewat uang ?

Pertanyaan-pertanyaan di atas saya lemparkan ke permukaan tentu saja bukan untuk dijawab. Namun, lebih banyak untuk direnungkan.

Seorang eksekutif puncak bertutur ke saya beberapa waktu lalu tentang hikmah keadaan sulit. Ia sangat bersukur dengan krisis ini. Bukan karena kebanjiran untung akibat menuai dolar. Melainkan karena disadarkan, betapa ia dan keluarganya selama ini hidup demikian melimpah, tetapi mati rasa. Belasan juta rupiah setiap bulannya lenyap selama ini tanpa memberi makna berarti. Dalam keadaan sulit, tiba-tiba ia dipaksa untuk mengerem pengeluaran. Dan, yang paling mengejutkan, di tengah-tengah harga yang melangit dan menurun drastisnya penerimaan, tabungan justru semakin banyak yang tersisa. Lebih dari itu, setiap hari rekan tadi bisa bercengkerama dengan anak isteri. Sebuah kemewahan yang tidak pernah ia nikmati selama menjadi eksekutif puncak.

Seorang supir angkot punya cerita lain lagi. Dulu, ketika uang mudah diperoleh, ia sering pulang dalam keadaan mabuk dan marah-marah karena kalah judi. Sekarang, sejalan dengan keadaan sulitnya menuai uang, ia telah dibuat tobat oleh krisis moneter.

Pelajaran yang bisa ditarik dari sini, siapapun kita. Dari pemulung hingga presiden, sama-sama makan antara sepiring dua piring. Sama-sama tidak bisa menentukan sepenuhnya kemana nasib anak cucu bergerak. Akan tetapi, banyakkah diantara kita yang menyadari bahwa demikian sedikit yang kita butuhkan, namun demikian banyak yang kita cari ?

1 comments:

cundink mengatakan...

hmmm betul betul betul (ipin upin mode on)

Posting Komentar

SHARE EXPERIENCE © 2008 Por *Templates para Você*