Kamis, 06 Mei 2010

10. Berlimpah Rezeki Setiap Hari

Kutipan dari : Gede Prama Ideas
Semoga ada manfaatnya...

Entah itu sungai, gunung, hutan, danau atau pantai. Kita memerlukan dekapannya. Lebih-lebih kalau kita melakukan proses refleksi di atas - melalui diam dan tidak menghakimi - dalam dekapan hangat alam.

Ada sebuah pertanyaan yang sering menghadang saya sebagai pembicara publik. Yakni, bagaimana mengenali potensi diri kita yang sejati. Sebenarnya, pertanyaan ini lebih layak kalau ditanyakan ke psikolog, bukan ke orang 'liar' yang tidak mengenal batas-batas disiplin seperti saya. Namun, dasar pembicara publik yang harus menjawab semua pertanyaan yang datang, maka terpaksa keluarlah jawaban-jawaban enteng khas orang 'liar'.

Dalam logika yang amat sederhana, potensi sesuatu sebenarnya terkait erat dengan dari apa sesuatu tadi dibuat. Obat yang dibuat dari komposisi A,B,C dan D tentu saja khasiatnya sangat ditentukan oleh bahan dan interaksi antarbahan tadi. Demikian juga dengan kita sebagai manusia. Dengan sedikit kejernihan, badan serta jiwa kita sebenarnya dibentuk semuanya oleh komponen-komponen yang berasal dari alam semesta. Udara yang kita hirup, makanan yang kita makan, minuman yang kita minum semuanya berasal dari alam, dan memberikan warna yang amat dominan terhadap tubuh ini. Makanya, salah satu penulis buku kesehatan pernah menulis : 'we are what we eat'. Kita ini menjadi seperti apa-apa yang kita makan.

Itu baru badan. Aspek kejiwaan juga dipengaruhi oleh alam (fisik maupun sosial) tempat kita hidup. Ini bisa dilihat dari berbedanya sistim nilai, kepribadian, maupun gaya hidup manusia yang hidup dalam lingkungan yang berbeda.

Digabung menjadi satu, alam memiliki kekuatan yang amat menentukan terhadap potensi diri kita kini maupun nanti. Dengan demikian, untuk mengetahui potensi sejati kita kini, lihatlah unsur-unsur alam pembentuk kita kemaren dan sebelumnya. Dan guna mengetahui potensi sejati kita nanti, lihatlah unsur-unsur alam pembentuk kita kini.

Dengan menempatkan persoalan seperti ini, bukan berarti saya sedang menempatkan manusia pada posisi sangat tidak berdaya di depan alam. Manusia memang memiliki pilihan, terutama untuk membentuk dirinya dengan unsur-unsur alam pilihannya. Hanya saja, begitu pilihan dibuat, kita hanya bisa tunduk kepada hukum-hukum alam yang sejati.

Dalam kapasitas memilih inilah, maka kedalaman refleksi tentang sang aku menjadi amat menentukan. Disamping itu, keselarasan dengan alam akan berpengaruh dengan potensi kita kemudian. Mari kita mulai dengan faktor kedalaman refleksi dulu, kemudian kita akan lanjutkan dengan keselarasan bersama alam.

Ada banyak sekali manusia di zaman ini yang amat rajin berkomunikasi dengan orang lain, namun amat jarang - bahkan ada yang tidak pernah - berkomunikasi dengan sang aku. Makanya, ada banyak orang yang asing dalam tubunya sendiri. Semua hal datang dan pergi tanpa bisa dijelaskan sepenuhnya. Siklus mood maupun siklus hidup lainnya bergerak naik turun secara ekstrim tanpa bisa dimengerti, apa lagi dikelola.

Untuk itulah, maka kedalaman refleksi menjadi sebuah titik yang menentukan dalam perjalanan menuju medan potensialitas. Ada banyak jalan dan terowongan menuju ke situ. Izinkan saya membawa Anda menuju dua terowongan saja. Pertama, terowongan sepi dan diam. Kedua, terowongan non judgemental life.

Dalam sepi dan diam - tanpa ada yang didengar, dibaca, dilihat dan diajak bicara - sebenarnya kita sedang masuk ke dalam sumur sang aku. Di tahap-tahap awal, fikiran dan konsentrasi memang bisa lari kemana-mana tanpa kendali. Akan tetapi, begitu ia menjadi kebiasaan yang berulang dan berulang, ada saatnya kita sudah mulai masuk ke diri kita sendiri. Terasa aneh memang mulanya, namun kalau kita masuki terus terowongan tadi dengan penuh kesabaran, ada semacam kesenangan tersendiri. Lebih-lebih kalau kita sudah mulai menyelami dan merasakan bahan-bahan yang membentuk tubuh ini. Menurut saya, nikmat dan memuaskan sekali. Saya melakukannya antara tiga puluh menit sampai satu jam setiap harinya.

Proses memasuki terowongan sepi dan diam tadi, bisa mudah bisa juga susah. Namun, perjalanan ke sana akan lebih mudah kalau kita berhenti hidup menghakimi (non judgemental life). Ini benar, itu salah. Saya hebat, orang lain goblok. Dan masih banyak lagi sikap-sikap menghakimi lainnya. Dengan fikiran kotor seperti ini, terowongan tadi menjadi penuh halangan dan rintangan. Dan sekali fikiran bersih dari kotoran menghakimi, maka perjalanan menuju sumur aku tadi seperti jalan bebas hambatan.

Setelah kedalaman refleksi, saya ingin mengajak Anda ke tahapan harmoni bersama alam. Sebelumnya sudah saya kemukakan bahwa diri kita terbuat dari unsur-unsur alam. Dan karena kita berasal dari sana, potensi akan lebih mudah berkembang kalau kita dekat dengan dunia asal tadi. Mirip dengan kita yang merasa nyaman dalam dekapan ibu, anak sapi yang tenteram di bawah ketiak induknya, kita juga memerlukan dekapan-dekapan nyaman dan menentramkan dari alam.

Entah itu sungai, gunung, hutan, danau atau pantai. Kita memerlukan dekapannya. Lebih-lebih kalau kita melakukan proses refleksi di atas - melalui diam dan tidak menghakimi - dalam dekapan hangat alam. Di situlah medan potensialitas sejati itu lebih mudah ditemukan. Limpahan rezeki setiap hari, mudah sekali dialami dalam alam potensialitas seperti ini. Kuantitas rezeki memang urusan Tuhan, namun kualitas rasa syukurnya akan amat berlimpah dalam medan magnet kehidupan seperti ini. Setidaknya, itulah yang saya lakukan dalam kehidupan saya. Dan Anda bebas memilih, untuk mengikutinya atau melupakannya

0 comments:

Posting Komentar

SHARE EXPERIENCE © 2008 Por *Templates para Você*